Jumat, 20 Agustus 2010

Perjalanan ke Sebuah Tempat dimana Harta-Benda Tidak Diperlukan...

Pertama-tama, saya ucapkan selamat menempuh perjalanan baru, kepada paman saya tercinta Ending Anshorudin. Paman yang begitu sabar, sholeh, penuh kasih, dan berkah. Semoga Alloh memeluk dan menerangi jalan paman hingga kiamat nanti. Sampaikan salam saya ya paman, untuk kanjeng Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya, juga para penghuni syurga disana (^^).
Pukul satu siang, saya menemani Bapak yang mengabari Wa Nas tentang kondisi kritis yang dialami almarhum. Bapak tidak mampu menahan tangis, akhirnya saya yang melanjutkan berbicara dengan Wa Nas. Melihat Bapak menangis, saya jadi ikutan menangis, (T.T) sejak saat itu, bapak dan ibu saya tidak berhenti menangis. Saya maklum, mengingat sejak almarhum masih muda, almarhum sudah sangat dekat dengan orang tua saya. Banyak survival story yang dialami mereka (bersama Auntie Aas juga, hee.)
Firasat kami sekeluarga di rumah sudah nggak karuan. Masak nasi malah gosong, tidur siang nggak tenang, Mamah sama Kak Nadia ngadat pengen ikut ke tasik. Haduh, perasaan juga nggak tenang. Kacau. Akhirnya yang jadi berangkat ke Tasik hanya Bapak, mamah, Haidar, Puji, dan saya sendiri (Ya iyalah saya ikut, kalau nggak mana bisa saya cerita disini, hehehe.)
Ketika diperjalanan Bapak saya selalu update perkembangan berita kondisi almarhum. Dari mulai percakapan-percakapan kecil, talqin hingga mendapat berita bahwa almarhum sudah tidak sadar pada pukul 16.30. Bapak dan mamah menangis lagi. Saya dan Haidar juga ikut nangis(Dar, fokus. Kamu lagi nyetir mobil, jangan ampe kita jadi almarhum juga, hehehe.)

Tidak percaya. Sedih. Terluka. Kehilangan.

Sekitar pukul 19.30 kami tiba di rumah almarhum. Saya kaget karena banyak sekali warga yang sudah berkumpul disana. Bapak saya ingin memandikan almarhum, namun tidak sempat. Setelah kami mensholatkan almarhum, saya kaget, bapak saya langsung membuka kembali ‘bungkusan’ yang menutupi almarhum. Terus terang saya penakut, apalagi melihat wajah ‘dingin-kaku’. Meskipun saya sangat hafal wajah almarhum. Saya deg-degan harus melihat wajah beliau yang sudah tiada bernyawa. Frigid. Kami menciumi almarhum. Apalagi bapak dan ibu saya, cukup lama menciumi beliau.
Sekitar pukul 20.30 kami berangkat menuju pemakaman. Sebelumnya, tak henti-hentinya warga berdatangan untuk menyolati dan memberikan do'a yang diberikan kepada almarhum. Saya tidak mampu mengurai kalimat ketika mengiringi proses itu. Andai saya bisa merekam kejadian itu. Dimana sepanjang jalan, ratusan lampu berpendar mengiringi mobil ambulans hingga menuju pemakaman. Tiba di depan matrial (toko milik almarhum) beberapa motor ternyata sudah menunggu untuk turut mengiringi jenazah beliau. Belum berhanti sampai disitu, di perbatasan jalan juga di tempat pemakaman sudah menunggu puluhan warga untuk menyaksikan prosesi pemakaman.

Merinding bulu kuduk saya.

Tiba di masjid, warga meminta jenazah untuk disholatkan lagi (Sumpah, warga yang nyolatin udah kayak yang mau menghadiri acara festival…!).
Subhanalloh. Beginilah akhir dari seseorang yang banyak berbuat amal baik. Banyak yang peduli hingga akhir hidupnya. Hingga prosesi pemakaman, puluhan warga berjejalan di sekitar makam. Padahal saat itu sudah pukul 22.30 dan gerimis. Bapak saya turun ke liang lahat, untuk meletakan almarhum.
Ingin tahu, bagaimana keadaan beliau ketika wafat? Terus terang saya cemburu. Saya juga ingin mendapatkan khusnul khotimah seperti beliau. Pembaca yang saya sayangi, detik-detik menjelang beliau wafat. Tak ada satu pun kata yang keluar selain Alloh, Alloh, Alloh, dan Alloh. Hingga beliau menutup usia dengan sangaaat…tenang (Layaknya seseorang yang hendak tidur.) Tidak ada tanda-tanda yang biasanya ada ketika seseorang menjelang wafat. Keluarga hanya tahu beliau sudah tiada saat kalimat Alloh terhenti dari ucapannya…
Subhanalloh. Allohu Akbar.

Satu review pelajaran yang menohok jiwa saya “Ketika ajal tiba, tidak ada satupun harta benda dan keluarga yang turut menemani kecuali amal ibadah kita selama di dunia. Dialah yang akan menolong kita.” (Tuh kan, saya nangis lagi…T.T)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Subhanalloh...