Selasa, 18 Januari 2011

Tidak ada salahnya jika Dia nakal

Dia adalah seorang wanita yang cantik, manis, pintar, baik, dan menyenangkan. Semua pria akan tertarik jika berada di dekatnya. Dia memiliki seorang pacar yang juga baik, cerdas, perhatian, dan menarik dari segi fisik. Mereka berdua saling menyayangi. Usia pacaran mereka sudah menginjak lebih dari tiga tahun. Sudah banyak suka dan duka yang dialami mereka berdua. Mereka sudah tidak canggung untuk mengutarakan apa yang mereka pikirkan baik itu berupa saran, kritik, atau pujian. Terlalu banyak memori yang melekat pada kisah cinta mereka.

Sang pacar selalu menginginkan Dia untuk lebih memperhatikan penampilan fisiknya. Seperti cara berpakaian, menjaga bentuk tubuh, bahkan untuk rajin melakukan perawatan. Ya, Dia memang agak cuek dengan masalah penampilan, sehingga aura kecantikannya jarang terlihat. Awalnya terdengar wajar-wajar saja bagi Dia. Pria akan lebih tertarik pada wanita yang berpenampilan menarik bukan? Namun seiring berjalnnya waktu, Dia merasa jengah untuk dituntut selalu berpenampilan menarik. Lama-kelamaan Dia muak dengan sms yang mengingatkan Dia untuk menjaga bentuk tubuh. Terus terang, Dia ilang-feeling pada sang pacar karena masalah itu. Karena rasa cinta dan sayang Dia pada sang pacar, Dia pun menuruti apa yang ‘dianjurkan’ sang pacar.

Dia mengerti kenapa sang pacar menginginkan Dia untuk berpenapilan menarik. Lingkungan dimana sang pacar berada dikelilingi oleh wanita-wanita yang menarik pula. Mungkin sang pacar tidak mau Dia (sebagai kekasihnya) ketinggalan menarik. Apalagi di hadapan teman dan keluarganya. Sang pacar tentu saja merasa puas karena Dia bisa berpenampilan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Dia pun senang bila sang pacar senang.

Satu hal yang selama ini Dia tutupi dari sang pacar. Dia bertemu dengan pria lain. Dia tertarik pada pria itu, begitupun sebaliknya. Mereka sudah menjalin komunikasi yang baik sejak dua bulan yang lalu. Mereka bertemu di suatu café, tempat dimana Dia nongkrong setiap selesai menjalani perawatan. Tanpa sepengetahuan sang pacar, Dia pergi hangout dan makan siang bersama pria itu. Dia nyaman berada di dekat pria itu. Dia bisa mendapatkan apa yang Dia tidak dapatkan dari sang pacar. Hal yang esensial bagi Dia. Kedewasaan, pengalaman, pengetahuan, pengertian, dan kecukupan materi. Meski dari segi fisik, sang pacar lebih unggul dari pria itu. Tapi bagi Dia, fisik bukanlah hal yang esensial dalam menjalani hubungan yang serius.

Wajar jika pria itu lebih unggul dari sang pacar. Usia pria itu lebih dewasa sekitar sembilan tahun dari sang pacar. Namun kembali pada masalah kenyamanan, Dia merasa lebih nyaman berada di dekat pria itu. Tidak ada ocehanan tentang penampilan, bentuk badan, cara duduk, dan tuntutan semacamnya. Dia sudah sering mendiskusikan beberapa topik pembicaraan yang beragam. Seperti tentang wanita, keluarga, pekerjaan, hobi, hingga hal yang berat seperti kehidupan.

Setelah cukup lama berkomunikasi dan hubungan mereka pun semakin dekat, Dia merasa aneh pada pria itu. Kenapa pria itu tidak pernah mempertanyakan status hubungan Dia, seperti apakah sudah punya pacar atau belum? Hal yang biasanya pria-pria tanyakan apabila mendekati dirinya. Pada akhirnya Dia sendiri yang bertanya pada pria itu tentang status hubungannya. Pria itu menjawab, “I’m single.” Dia hanya mengangguk, dan pria itu meneruskan ucapannya, “Aku tidak peduli apakah kamu punya pacar atau tidak. Karena jika aku menginginkan kamu, aku akan langsung meminta kamu untuk menjadi istriku. Apakah kamu mau atau tidak, itu terserah kamu. Bagiku, hubungan yang sah adalah pernikahan. Eniwei, aku suka kamu kok.” Kini hati Dia bergetar.

Dia bimbang. Ia harus bagaimana? Apakah Dia akan melanjutkan hubungan dengan pria ini atau tidak? Terus terang Dia tertarik dan merasakan ada benih-benih yang tumbuh selama ia dekat dengan pria itu. Banyak kecocokan yang ia butuhkan, yang ia harapkan dari seorang pria. Tidak pernah ia merasa seaman dan senyaman ini -secara dewasa- bersama sang pacar. Sang pacar yang sudah lebih dari tiga tahun bersama dirinya. Muncul keraguan pada Dia apakah ia akan bahagia dan nyaman apabila menjalin hubungan serius dengan sang pacar. Dia mulai membuat uraian plus dan minus sang pacar dan dirinya, hingga solusi dan upaya penerimaan perbedaan yang mungkin bisa ditolerir.
Ah, sang pacar menginginkan Dia untuk selalu berpenampilan menarik dan menjaga penampilan tubuhnya tetap proporsional. Dia pening. Ia capek dengan tuntutan itu dan detik ini adalah akumulasi kemuakan Dia pada tuntutan sang pacar. Selalu, dan selalu penampilan fisik!

Ada semacam titik yang kini terhapus. Titik yang membelenggu Dia untuk tetap bersama sang pacar. Dia menghela nafas. Kemudian tersenyum mengingat pernyataan pria itu, “bagiku hubungan yang sah adalah pernikahan…”
Well, tidak ada salahnya jika Dia sedikit ‘nakal’ untuk dekat dengan pria lain selain kekasihnya. Bukankah Dia masih memiliki kesempatan untuk mencari dan mendapatkan yang terbaik?

Tidak ada komentar: