Rabu, 16 Maret 2011

Deskripsi Verbal dalam Gempa dan Tsunami Jepang (GTJ)

Selama beberapa hari saya mengikuti perkembangan berita gempa dan tsunami di Jepang. (Saya turut prihatin saya pada saudara-saudara yang terkena musibah disana. Tetap bersatu dan semangat!) Saya hampir setiap hari menonton berita-berita GTJ tersebut, ya…gimana enggak nonton, orang hampir semua stasiun di TV aktif memberitakan GTJ, ya jelaslah, sekarang menjadi hotnews! :D

Setelah beberapa lama memperhatikan, saya tertarik pada dua stasiun yang cukup gencar dalam memberitakan GTJ. Kenapa? Karena mereka menayangkan frame berita yang berbeda, mungkin semacam focal point yang mereka ambil dari peristiwa GTJ.

Stasiun A, hampir dalam setiap headline-nya, stasiun tersebut mengawali dengan pemberitaan efek yang terjadi dari GTJ. Tulisan-tulisan yang tertera disana seperti bangunan-bangunan tinggi rusak parah, tayangan kejadian yang berulang-ulang, bahaya efek nuklir, reaktor nuklir rusak parah (lebay nggak sih?), baru setelah itu stasiun A menayangkan lokasi-lokasi yang terkena musibah, bagaimana keadaan dan kondisi disana, dan usaha-usaha yang sudah dilakukan pemerintah Jepang.

Lain halnya dengan stasiun B. Stasiun B menyajikan headline-headline seperti belajar dari Jepang, menayangkan gambar-gambar bagaimana tentara Jepang menyisir lokasi bencana, potret kesabaran warga Jepang dalam menghadapi musibah, baru kemudian stasiun tersebut menayangkan bahaya nuklir yang terjadi disana. Dan cara penyajiannya pun tidak menekankan bahwa bahaya nuklir tersebut karena GTJ.

Ada dua ‘rasa’ yang berbeda dari pemberitaan dua stasiun tersebut.
Saya jadi teringat buku Psikologi Komunikasi karangan Drs. Jalaludin Rakhmat. Tentang persepsi. Perbedaan persepi dapat timbul, salah satunya, karena faktor-faktor situasional yang terjadi, dalam hal ini deskripsi verbal. Stasiun A, bagi saya, lebih memberikan ‘rasa’ efek yang timbul karena GTJ. Bagaimana GTJ menyebabkan efek dahsyat bagi warga Jepang, GTJ memberikan semacam warning bagi negara-negara lain apabila ingin menggunakan tenaga nuklir di negaranya. Sedangkan stasiun B lebih pada memberikan ‘rasa’ situasional pada peristiwa GTJ. Bagaimana pemerintah menangani GTJ, juga perkembangan warga Jepang yang berada disana.

Agak nggak nyambung sih, karena Jalaludin Rakhmat menunjukan persepsi dalam buku ini, dalam lingkup komunikasi interpersonal. Sedangkan saya menyambungkannya ke dalam lingkup komunikasi massa, :D … Saya hanya merasa ada yang sama, mungkin saja ada penjelasan lain dalam teori komunikasi massa, saya kurang tahu. (padahal saya anak komunikasi! OMG…)

Saya tidak tahu apa ‘tujuan’ pemberitaan dari dua stasiun tersebut. Bagi saya, GTJ merupakan salah satu aktifitas alam. Kita dan alam disekitarnya merupakan makhluk hidup. Kita mempunyai pergerakan alami dalam menjalani siklus kehidupan. Dan manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna, yang diciptakan Tuhan dengan kemampuan sinergis hati dan akal, yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya.

( Nah lo, kok nyambungnya kesini? :D )

Eniwei, semoga bermanfaat!

Tidak ada komentar: